Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui belum paham ada gagasan terkini dari tiga negara, Amerika Serikat, Australia, serta Jepang, bernama Blue Dot Network.
Kerja sama ke-tiga negara ini dikira datang buat memberikan respon kehadiran Belt and Road Initiative atau Project Arah Sutra yang udah dikeluarkan oleh Cina.
Walau begitu, Luhut meyakinkan Indonesia terus buka kesempatan buat ikut serta dalam gagasan karya Amerika itu selama bawa investasi ke Indonesia.
Dengan mana saja mungkin, dari bulan bila ada, pengin bawa juga duwit ujarnya kala dijumpai di kantornya di Jakarta Pusat, Jumat, 8 November 2019.
Awal mulanya pada Senin, 4 November 2019, ke-tiga negara setuju mengeluarkan Blue Dot Network, suatu gagasan multisektor yang mempromokan peningkatan infrastruktur global. Infrastruktur global ini diklaim punyai mutu tinggi serta punyai standard yang bisa diyakini.
Melalui Blue Dot Network, kedepannya bakal ada pelajari serta sertifikasi pada project infrastruktur yang sesuai sama standard di daerah Indo-Pasifik.
Buat membuat infrastruktur yang bermutu, buat membuat kesempatan, perkembangan, serta kestabilan kata Executive Vice President The U. S. Overseas Privat Investment Corporation (OPIC) harga triplek David Bohigian.
Media asing menulis gagasan ini jadi usaha Amerika menyamai Project Arah Sutra punya Cina. Namun, Under Secretary for Economic Growth, Energy, and Environment, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Keith Krach membantahnya.
Saya fikir ini bukanlah tanggapan atas Belt and Road Cina namun ini kepentingan dari sekian banyak negara yang ikut serta ujarnya.
Luhut pun menilainya kehadiran dari gagasan ini tak jadi masalah disaat menghadirkan modal ke Indonesia. Dia memahami, investasi dari Amerika sejauh ini kalah ketimbang dengan negara lain seperti Cina, Jepang, serta Singapura.
Namun, Luhut menolak apabila keadaan itu berlangsung lantaran Indonesia sangat dekat sama Cina, yang saat ini ikut serta perang dagang dengan Amerika.
Tak benar itu, ia (Amerika) tidak sempat nawarin, kita gak bertanya tidak ada yang ada, yang ada dari jadi dari Uni Emirat Arab, Cina, Singapura, serta Jepang, ya kita lari ke situ, pungkasnya.
Luhut pun menilainya seretnya investasi dari Amerika tidaklah lantaran Indonesia ikut serta project Belt and Road Inisiative. Dikarenakan, Luhut menyatakan.
Indonesia sekarang ini betul-betul belum tanda tangani perjanjian apa pun dengan project punya Cina itu. Belumlah ada yang jalan, yang jalan privat sector harga pipa semua ujarnya.
Dari sudut pandang National Urban Development Proyek, saya melihat bagaimana mempertautkan rencana dengan investasi infrastruktur dalam rencana pecahkan soal inefisiensi dalam rencana kota pungkasnya.
Ia mengemukakan kalau satu diantara gosip yang mencuat yaitu bagaimana pemerintah Indonesia bisa mempertautkan rencana peningkatan daerah perkotaan dengan capital investment dalam Ide Pembangunan Waktu Menengah Wilayah.
Tidak hanya itu ia pun memberi tambahan kalau perihal itu dapat dipecahkan lewat bagaimana pemerintah mendahulukan investasi serta mentransformasi kota-kota, dengan masukkan investasi ke area-area yang didahulukan.
Sekarang ini, menurut Gayatri, sebagai waktu buat merajut atau melaksanakan sinergi dengan pelbagai faksi, bukan tiap-tiap sektornya mesti bertanding kedua-duanya berkaitan investasi.
" Saya menganjurkan investasi serta rencana mesti tersinkronisasi, visi peningkatan kota yang tampak dari suatu ide privat terpadu mesti berubah menjadi visi penduduk.
Investor serta semuanya stakeholder yang punyai visi sama, dan maksud ekonomi butuh dikoneksikan dengan kiat privat perkembangan kota kata wanita yang memegang jadi Task Kubu Leader National Urban Development Proyek (NUDP) Bank Dunia.